MENSIKAPI NIKMAT ALLAH SWT.

Satu Syawal (Idul Fitri) adalah sebagai hari fitrah setelah melewati satu bulan (ramadhan) sebagai realisasi sabar dan tawakkal kepada Allah. Bertakbir dan bertahmid yang dijiwai dengan hati yang suci, menundukkan jiwa kepada Allah (hablum ninallah), memelihara hubungan baik sesama manusia (hablum minan-naas) adalah sebagai pembuka lembaran baru, kehidupan berbudi pekerti khususnya diri pribadi kita, keluarga kita, sifat sosial kita ditandai dengan keikhlasan hati, kejujuran, keadilan dan silaturrahmi saling memaafkan dengan ucapan “Taqobbalallah minna waminkum minal ‘aidin wal faizin”.

Setelah berpuasa satu bulan penuh dan menerima idul fitri, rasanya cukuplah kita untuk mendidik kita supaya ingat akan nasib orang yang lapar, nasib fakir miskin yang jumlahnya cukup banyak. Rasa tanggung jawab menuntut adanya sifat tolong menolong antar sesama manusia.

Tidak dinamakan Idul Fitri bila ia sendiri yang menikmatinya sambil membiarkan orang lain lapar, hidup tertindas dibawah penderitaan, maka dari sini kita dapat memahami dalam rangka Idul Fitri diwajibkan menunaikan zakat fitra kepada yang berhak menerimanya. Barang siapa yang menginginkan kebahagiaan dirinya hendaklah ia mengusahakan kebahagiaan kepada orang lain.

Abu Hurairah r.a. mengatakannya, “Bahwa seorang dusun datang kepada Nabi saw lalu berkata, "Tunjukkan kepadaku amal yang apabila saya amalkan, maka saya masuk surga." Beliau menjawab, "Kamu menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, mendirikan shalat fardhu, menunaikan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa pada bulan Ramadhan." Ia berkata, "Demi Zat yang diriku berada dalam genggaman-Nya (kekuasaan-Nya), saya tidak menambah atas ini." Ketika orang itu berpaling, Nabi saw bersabda, "Barangsiapa yang ingin melihat seseorang dari penghuni surga, maka lihat lah orang ini." (HR. Bukhari No. 698)

Nikmat Allah

Nikmat yang selama ini kita wujudkan, selama itu pula Allah menyertakan bermacam-macam kenikmatan. Bila Allah menarik nikmat ini, maka hilanglah diri kita. Allah melengkapi jasad kita dengan disertakannnya pendengaran, penglihatan, akal, ruh adalah sebagai tanda bahwa Allah memelihara diri kita.

Nikmat makan minum, harta benda, kesehatan dan kesempatan waktu beribadah dan lain sebagainya itu Allah berikan kepada seluruh hamba-Nya.

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An-Nahl [16]: 18).

Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab: "Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip". Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: "Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barang siapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia". (QS. An-Naml [27]: 40).

Maka perlu kita syukuri atas segala nikmat Allah yang kita terima. Melakukan rasa syukur kepada Allah dengan lidah, hati dan seluruh anggota tubuh dengan menyakini dan merasakan adanya penyertaan Allah di tubuh kita..

Umur Manusia

Menyadari karena Allah memelihara kita dengan memberi nikmat, maka haruslah selalu bersyukur dan berusaha selalu beramal dengan ikhlash, berperilaku yang baik sesuai tuntunan agama yang diridloi Allah. Tiada lain karena kita sadar bahwa unur kita di dunia ini sangat terbatas. Kita mutlak akan kembali dipanggil menghadap Allah.

“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya”. (QS. Al-A’raf [7]: 34).

Oleh karenanya berfikir tentang usia manusia itu menunjukkan orang yang selalu taat dan patuh kepada Allah (muttaqien). Selalu mewaspadai apa yang nantinya akan terjadi kapan dan dimana kita akan mati. Nabi Muhammad saw. selalu menganjurkan untuk memperbanyak mengingat akan kematian, sebagaimana sabdanya, “Perbanyaklah mengingat kematian. Seorang hamba yang banyak mengingat mati maka Allah akan menghidupkan hatinya dan diringankan baginya akan sakitnya kematian”. (HR. Ad-Dailami)

Allah SWT. yang Menghidupkan dan yang Mematikan : (QS. AL-Mu’min [40]: 68), (QS. Al-Baqarah [2]: 28)

Setiap Jiwa Pasti Merasakan Kematian :

1. Setiap Jiwa pasti mati : (QS. Al-li Imran [3]: 185),

(QS. An-Nisa [4]: 78)

2. Tidak ada yang kekal : (QS. Al-Ambiya’ [21]: 8 dan 34)

3. Setiap kematian atas ijin Allah : (QS. Ali Imran [3]: 145)

4. Penyebab kematian :

a. Mati Biasa : (QS. Ali Imran [3]: 154)

b. Mati Dibunuh : (QS. Ali Imran [3]: 162-172), (QS. Al-Isra’ [17]: 31).

(QS. An-Nisa’ [4]: 92-93).

c. Mati Hukuman : (QS. Al-Maidah [5]: 33). (QS. Al-An’am [6]: 151).

d. Mati Bunuh Diri : (QS. Ali Imran [3]: 143). (QS. Al-Baqarah [2]: 195).

5. Bila ajal datang, maka tidak dapat diundur : (QS. Al-Munafiqun [63]: 11).

6. Manusia Tidak Tau kapan dan dimana akan mati : (QS. Luqman [31]: 34).

Pesan Rasulullah saw. :

1. “Mati mendadak suatu kesenangan bagi seorang mukmin dan penyesalan bagi orang durhaka”. (HR. Ahmad) Artinya, seorang mukmin sudah mempunyai bekal dan persiapan dalam menghadapi maut setiap saat, sedangkan orang durhaka tidak.

2. “Seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, pesankan sesuatu kepadaku yang akan berguna bagiku dari sisi Allah." Nabi saw. lalu bersabda: "Perbanyaklah mengingat kematian maka kamu akan terhibur dari (kelelahan) dunia, dan hendaklah kamu bersyukur. Sesungguhnya bersyukur akan menambah kenikmatan Allah, dan perbanyaklah doa. Sesungguhnya kamu tidak mengetahui kapan doamu akan terkabul". (HR. Ath-Thabrani)

3. “Janganlah ada orang yang menginginkan mati karena kesusahan yang dideritanya. Apabila harus melakukannya hendaklah dia cukup berkata, "Ya Allah, tetap hidupkan aku selama kehidupan itu baik bagiku dan wafatkanlah aku jika kematian baik untukku." (HR. Bukhari)

4. “Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)

5. “Seorang mayit dalam kuburnya seperti orang tenggelam yang sedang minta pertolongan. Dia menanti-nanti doa ayah, ibu, anak dan kawan yang terpercaya. Apabila doa itu sampai kepadanya baginya lebih disukai dari dunia berikut segala isinya. Dan sesungguhnya Allah 'Azza wajalla menyampaikan doa penghuni dunia untuk ahli kubur sebesar gunung-gunung. Adapun hadiah orang-orang yang hidup kepada orang-orang mati ialah mohon istighfar kepada Allah untuk mereka dan bersedekah atas nama mereka”. (HR. Ad-Dailami)



Semoga kenikmatan yang kita dapat sampai detik ini senantiasa dapat dipergunakan untuk beramal salih guna mempersiapkan diri untuk kembali kepad Allah. Memperbanyak taubat dengan istighfar, memperbaiki diri dengan menghiasi perbuatan yang mulia, lebih-lebih memperbanyak shadaqah dengan harta yang kita punya untuk orang yang dhu’afa’, tempat ibadah dan lain sebagainya. Tak lupa berwasiat yang baik kepada suami, istri, anak-anaknya atau keluarga agar dapat melanjutkan dan memperjuangan cita-cita atau nilai-nilai yang baik (yang diridloi Allah) dan akhirnya dapat bermanfaat seluruh amal yang dilakukannya di di dunia dan akhirat.

“Semoga Bermanfaat”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengaca Kehidupan Semut bagi Kehidupan Manusia

Garis Besar Buku The Best Seller Biografi KH. Arief Hasan

Saiful Amin Ghofur Sang Penulis Buku