Berpikir Diri Melalui Tarikh Masehi dan Hijriyah

“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kekuasaan-Nya) bagi orang-orang yang bertakwa.”(QS. Yunus: 5)

Urgensi Penanggalan

Penanggalan atau kalender yang dalam bahasa Arab disebut Tarikh, yang berarti sejarah, adalah sebuah penentuan bagi suatu zaman yang di dalammnya telah terjadi peristiwa penting yang sangat berpengaruh pada kehidupan individu atau suatu umat. Orang-orang Yahudi sangat mengagungkan zaman Musa, maka mereka memulai sejarah penanggalannya dari zaman kenabiannya. Orang-orang Nasrani sangat mengagungkan kelahiran Al-Masih Isa, maka mereka memulai tarikh mereka dari kelahirannya. Sedangkan kaum muslimin sangat mengagungkan Hijrah Nabi Muhammad beserta para sahabatnya, maka mereka menandai berbagai peristiwa bersejarah dimulai dari hijrah beliau yang penuh berkah.

Permulaan Kalender Masehi

Penanggalan Masehi sendiri ada 3 jenis yaitu:

1. Penanggalan Romawi. Penanggalan ini diperkenalkan pada abad ke VII. Penanggalan ini mempunyai 10 bulan dengan 304 hari dalam satu tahun, diawali pada bulan Maret. Pada saat itu, sistem penanggalan bisa diubah seenaknya oleh para Kaisar Romawi untuk berbagai tujuan, misalnya untuk memperpanjang pemerintahan.
2. Penanggalan Julian. Penanggalan ini diperkenalkan oleh Kaisar Romawi Julius Caesar untuk memperbaiki sistem penanggalan sebelumnya (SP Romawi) dengan mendasarkannya pada revolusi bumi terhadap matahari, yakni sebanyak 365 hari dan ¼ hari. Dari ¼ hari yang terkumpul pertahunnya, digenapkan setiap 4 tahun sekali yang dikenal tahun kabisat.
3. Penanggalan Gregorian. Setelah digunakan cukup lama, ternyata penanggalan Julian 11 menit dan 14 detik lebih panjang dibanding tahun matahari. Perbedaan ini terus terkumpul hingga tahun 1582 saat titik equinox terjadi (siang dan malam sama lama). Hal ini mengakibatkan perhitungan hari sebenarnya kurang 10 hari. Kemudian Paus Gregorius XIII mengeluarkan maklumat pada Konsili Nicea I bahwa gereja menambahkan 10 hari dari penanggalan Julian. Ia juga menetapkan bahwa tahun-tahun dalam setiap abad yang dapat dibagi dengan 400 adalah tahun kabisat. Mengacu pada pembuatnya penanggalan ini disebut Penanggalan Gregorian.

Semula biarawan Katolik, Dionisius Exoguus pd thn 527 M, ditugaskan pimpinan Gereja untuk membuat perhitungan tahun dengan titik tolak tahun kelahiran Nabi Isa as (Yesus) dihitung tahun pertama atau awal perjanjian baru. Tarikh yg berdasarkan sistem matahari ini sebelum menjadi sempurna seperti yang kita kenal sekarang mengalami sejarah yg cukup panjang, sejak zaman Romawi, jauh sebelum pemerintahan Julis Caesar.

Semula tarikh orang romawi ini terbagi dalam 10 bulan saja yaitu :
1. Martius (Maret), 2. Aprilis ( April ), 3. Maius ( Mei), 4. Junius ( Juni), 5. Quintilis ( Juli), 6. Sextilis (Agustus), 7. September (September), 8. October (oktober), 9. November (Nopember), 10.December (Desember).

Tarikh yang hanya terdiri atas 10 bulan itu kemudian berkembang menjadi 12 bulan. berarti ada tambahan 2 bulan, yaitu bulan Januarius dan Februarius. Penanggalan yang sekarang dipakai yaitu Penanggalan Julian.
Tarikh Masehi ini adan kaitannya dengan DEWA bangsa Romawi, berdasarkan angka urutan susunan bulan, upacara adat dan nama musim. Contoh bulan Martius mengambil nama Dewa Mars, nama bulan Aprilis diambil dari kata Aperiri, sebutan untuk cuaca yang nyaman di musim semi.

Permulaan Kalender Hijriyah

Pada tanggal 6 bulan Agustus 610 M. Rosululloh Muhammad SAW dilantik menjadi Rosul. Kemudian pada tanggal 28 Juni 623 M. beliau Hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah. Tepat pada tanggal 9 Juni 633 M. Rosululloh wafat, kemudian kepala Negara diganti oleh sahabat Abu Bakar Shiddiq r.a. selama 2 tahun dan pada tahun 635 M. setelah Sahabat Abu Bakar wafat, selanjutnya kepala Negara diganti oleh Sahabat Umar bin Khottob selama 10 tahun.


Para ahli sejarah telah menyebutkan bahwa Khalifah Umar Ibnu Khaththab adalah orang yang memerintahkan untuk mencanangkan Kalender Hijriyah. Alasannya adalah sebagaimana yang dituturkan oleh berbagai riwayat berikut ini :
1. Imam Asy-Sya’bi berkata: ‘Abu Musa Al-Asy’ari menulis kepada Umar yang isinya: “Telah datang kepada kami surat-surat dari Amirul Mukminin yang tidak bertanggal.” Maka Umar mengumpulkan orang-orang untuk bermusyawarah. Maka sebagian berkata: “Berilah tanggal berdasarkan kenabian Nabi kita Muhammad .” Yang lain berkata: “Kita beri tanggal berdasarkan hijrahnya Rasulullah ke Madinah, karena hijrah beliau adalah garis pemisah antar yang hak dan yang batil.”
2. Menurut Sa’id Ibnul Musayyib: yang berkata: “Kita mulai dari hijrahnya Rasulullah,” adalah Ali bin Abi Thalib, ketika Umar bertanya kepada mereka, “Dari mana harus dimulai ?”
3. Maimun bin Mihram berkata : “Telah disampaikan kepada Amirul Mukminin Umar sepucuk surat (sertifikat) yang tertulis “Sya’ban”, maka Umar bertanya, “Sya’ban yang mana ? Sya’ban sekarang atau yang akan datang ?” Kemudian beliau mengumpulkan para pemuka dari para sahabat. Beliau berkata, “sesungguhnya harta (kas Negara) telah melimpah, dan yang sudah kita bagi tidak ditemukan dengan tanggal, maka bagaimanakah caranya supaya kita sampai kepada penentuan tanggal tersebut ?” Mereka berkata, “Hal itu harus kita pelajari dari tulisan (penangalan) orang-orang Parsi.” Maka ketika itu Umar mendatangkan Hurmuzan untuk dimintai keterangan. Lalu hurmuzan berkata, “Sesungguhnya kami memiliki hitungan waktu yang kami sebut Maah Ruuz yang artinya hitungan bulan dan hari.” Maka mereka meng-Arabkan kata tersebut menjadi “Muarrikh”. Kemudian mereka memberinya nama Tarikh. Setelah itu mereka berembuk tentang permulaan tanggal untuk Negara Islam. Akhirnya mereka sepakat untuk memulai dari tahun Hijrah. Setelah mereka tetapkan bulan pertama adalah Muharram, mereka menghitungnya sampai akhir hayat Rasulullah. Ternyata dari satu Muharram tahun pertama Hijrah sampai wafatnya adalah 10 tahun 2 bulan, dan kalau dihitung benar-benar dari hijrahnya Rasulullah adalah 9 tahun, 11 bulan, 21 hari.

Setelah banyak persoalan muncul akibat tidak adanya sistem penanggalan yang baku, dan atas prakarsa Khalifah Umar, diadakanlah musyawarah dengan tokoh-tokoh sahabat lainnya mengenai persoalan penanggalan. Didalam musyawarah itu membicarakan rencana akan membuat Tarikh atau kalender Islam muncul bermacam-macam perbedaan pendapat. Diantara pendapat tersebut adalah sebagai berikut:

• Ada yang berpendapat sebaiknya tarikh Islam dimulai dari tahun lahirnya Nabi Muhammad SAW.
• Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi rosululloh.
• Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari Rosululloh di Isro Mi’roj kan .
• Ada yang berpendapat sebaiknya kalender Islam dimulai dari wafatnya Nabi Muhammad SAW.
• Sayyidina Ali krw. Berpendapat, sebaiknya kalender Islam dimulai dari tahun Hijriyahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah atau pisahnya negeri syirik ke negeri mukmin. Pada waktu itu Mekkah dinamakan Negeri Syirik, bumi syirik.

Akhirnya musyawarah yang dipimpin oleh Amirul Mukminin Umar Bin Khothob sepakat memilih awal yang dijadikan kalender Islam adalah dimulai dari tahun Hijriyah nya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah. Kemudian kalender Islam tersebut dinamakan Tahun Hijriyah.
Jadi adanya ditetapkan tahun Hijriyah itu dimulai dari Umar bin Khothob menjabat Kepala Negara setelah 5 tahun. Sebelum itu belum ada tahun Hijriyah baikpun jaman Rosululloh hidup maupun jaman sahabat. Dan tahun Hijriyah mulai diberlakukan bertepatan dengan tahun 640 M. Setelah tahun Hijriyah berjalan 5 tahun kemudian Shohabat Umar Bin Khothob wafat.
Dari sini disepakati bahwa tahun hijrahnya Nabi Muhammad SAW beserta para pengikutnya dari Mekkah ke Madinah adalah tahun pertama dalam kalender Islam. Sedangkan nama-nama keduabelas bulan tetap seperti yang telah digunakan sebelumnya, yakni diawali dengan bulan Muharram, Safar, Rabi’ul Awal, Rabi’ul Akhir, Jumadil Ula, Jumadil Akhir, Rajab, Sya’ban, Ramadlon, Syawal, Dzul Qo’dah dan Dzulhijjah. Wallahu a’lam.

Mulailah anda bertafakkur saudaraku…
Tarikh Masehi atau Hijriyah adalah persoalan waktu, dan untuk menandainya diperlukan seperangkat istilah yang mudah untuk diingat. Seperti yang tersebut diatas bahwa Tarikh Masehi berdasarkan sistem matahari, sedangkan Tarikh Hijriyah berdasarkan sistem Bulan. Adalah suatu pemikiran yang cukup mendalam (berijtihad) dalam menentukan itu semua. Bukankah Allah telah mengajarkan atau menganjurkan untuk meneliti dan berfikir terhadap segala ciptaan-Nya? Coba anda simak firman Allah SWT. :

Perintah Allah kepada manusia untuk berfikir (Q.S An-nahl, 16:44); Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang penciptaan alam semesta (Q.S Al-Baqarah, 2:164); Allah mengajak manusia untuk memikirkan sifat kehidupan di dunia yang bersifat sementara (Q.S Yunus, 10:24); Allah mengajak manusia untuk memikirkan nikmat-nikmat yang mereka miliki (Q.S Ar-Ra’d, 13;3-4); Allah mengajak manusia untuk berfikir bahwa seluruh alam semesta telah diciptakan untuk manusia (QS. Al-Jaatsiyah, 45:13; QS. An-Nahl, 16: 11-17; Qs. An-Nahl, 16: 12; QS. Qaaf, 50: 6-8); Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang dirinya sendiri (QS. Ar-Ruum, 30:8); Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang akhlak yang baik (QS. Al-An‘aam, 6: 152; QS. An-Nahl, 16: 90; QS. An-Nuur, 24: 27); Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang akhirat, hari kiamat dan hari penghisaban (QS. Aali ‘Imraan, 3: 30; QS. Shaad, 38: 45-46; QS. Muhammad, 47: 18; QS. Al-Qashas, 28: 70); Allah mengajak manusia untuk memikirkan makhluk hidup yang Dia ciptakan (QS. An-Nahl, 16: 68-69); Allah mengajak manusia untuk memikirkan adzab yang dapat secara tiba-tiba menimpanya (QS. Al-An‘aam, 6: 40; QS. Al-An‘aam, 6: 46; QS. Al-An‘aam, 6: 47; QS. Yuunus, 10: 50; QS. At-Taubah, 9: 126; QS. Al-Qashas, 28: 43; QS. Al-Qamar, 54: 51; QS. Al-A‘raaf, 7: 130); Allah mengajak manusia untuk memikirkan tentang Al-Qur’an (QS. An-Nisaa’, 4: 82; QS. Al-Mu’minuun, 23: 68; QS. Shaad, 38: 29; QS. Ad-Dukhaan, 44: 58; QS. Al-Muddatstsir, 56: 54-55; QS. Thaahaa, 20: 113); Rasul-rasul Allah mengajak umatnya yang kurang dalam hal pemahaman untuk berpikir (QS. Al-An‘aam, 6: 50; QS. Al-An‘aam, 6: 80); Allah mengajak manusia berpikir untuk melawan pengaruh syaitan (QS. Al-A‘raaf, 7: 200-202); Perintah Allah untuk mengarahkan orang yang diberi penjelasan tentang ajaran agama agar berpikir secara mendalam (QS. Thaahaa, 20: 42-44); Allah mengajak manusia untuk berpikir tentang kematian dan mimpi (QS. Az-Zumar, 39: 42).

Hal ini penting sekali bagi siapapun yang akan melakukan aktivitas kesehariannya. Bukankah waktu itu diajarkan dalam al-Qur’an? Sedemikian besar peranan waktu, sehingga Allah SWT. berkali-kali bersumpah dengan menggunakan berbagai kata yang menunjuk pada waktu-waktu tertentu seperti wa Al-Lail (demi Malam), wa An-Nahar (demi Siang), wa As-Subhi, wa Al-Fajr, dan lain-lain. Itu semua tiada lain adalah karena Allah telah memberikan fasilitas dan kebutuhan bagi manusia. Disamping itu Allah akan melihat siapa diantara hamba-Nya yang beruntung atau merugi di dunia atau di akhirat.

Perlu anda tahu Apa itu WAKTU?

Dalam Kamus Besar Bahasa indonesia paling tidak terdapat empat arti kata "waktu": (1) seluruh rangkaian saat, yang telah berlalu, sekarang, dan yang akan datang; (2) saat tertentu untuk menyelesaikan sesuatu; (3) kesempatan, tempo, atau peluang; (4) ketika, atau saat terjadinya sesuatu.

Al-Quran menggunakan beberapa kata untuk menunjukkan makna-makna di atas, seperti:

a. Ajal, untuk menunjukkan waktu berakhirnya sesuatu, seperti berakhirnya usia manusia atau masyarakat. “ Setiap umat mempunyai batas waktu berakhirnya usia” (QS. Yunus [10]: 49), (QS Al-Qashash [28]: 28). Kata ajal memberi kesan bahwa segala sesuatu ada batas waktu berakhirnya, sehingga tidak ada yang langgeng dan abadi kecuali Allah Swt. sendiri.

b. Dahr, digunakan untuk saat berkepanjangan yang dilalui alam raya dalam kehidupan dunia ini, yaitu sejak diciptakan-Nya sampai punahnya alam sementara ini.”Bukankah telah pernah datang (terjadi) kepada manusia satu dahr (waktu) sedangkan ia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut (karena belum ada di alam ini?)”. (QS Al-insan [76]: 1), (QS. Al-Jatsiyah [45]: 24). Kata dahr memberi kesan bahwa segala sesuatu pernah tiada, dan bahwa keberadaannya menjadikan ia terikat oleh waktu (dahr).
c. Waqt, digunakan dalam arti batas akhir kesempatan atau peluang untuk menyelesaikan suatu peristiwa. Karena itu, sering kali Al-Quran menggunakannya dalam konteks kadar tertentu dari satu masa. “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban kepada orang-orang Mukmin yang tertentu waktu-waktunya”. (QS. Al-Nisa' [4]: 103). Kata waqt digunakan dalam konteks yang berbeda-beda, dan diartikan sebagai batas akhir suatu kesempatan untuk menyelesaikan pekerjaan. Arti ini tecermin dari waktu-waktu shalat yang memberi kesan tentang keharusan adanya pembagian teknis mengenai masa yang dialami (seperti detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, dan seterusnya), dan sekaligus keharusan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam waktu-waktu tersebut, dan bukannya membiarkannya berlalu hampa.

d. 'Ashr, kata ini biasa diartikan "waktu menjelang terbenammya matahari", tetapi juga dapat diartikan sebagai "masa" secara mutlak. Makna terakhir ini diambil berdasarkan asumsi bahwa ‘ashr merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan manusia. Kata 'ashr sendiri bermakna "perasan", seakan-akan masa harus digunakan oleh manusia untuk memeras pikiran dan keringatnya, dan hal ini hendaknya dilakukan kapan saja sepanjang masa. Kata 'ashr memberi kesan bahwa saat-saat yang dialami oleh manusia harus diisi dengan kerja memeras keringat dan pikiran.

Dengan mengkaji sejarah singkat penanggalan Masehi dan Hijriyah semoga kita menjadi hamba-Nya yang yang beruntung. Siapakah mereka yang beruntung ? yakni mereka yang senantiasa mengatur waktunya dengan baik, mengisinya dengan amal shalih dan saling beramar ma’ruf nahi munkar. Dan semoga diri kita menjadi hamba Allah yang beriman dan berkualitas.

Sumber data :

1. Al-Qur’anul Karim
2. Mingguan Al-alam Al-Islami, Senin, 4-10 Sya’ban 1419 H, hal. 12.
3. Luqathatul ‘Ijlan, Muhammad Shidiq Hasan Khan, Darul Kitab Al Ilmiyah.
4. Al-Amru bil Ittiba’ Wan Nahyu Anil Ibtida’, As-Suyuthi, Tahqiq Musthafa Asyur.
5. Ishlahul Masajid, Muhammad Jamaluddin al-Qasami, Ta’liq Al-Albani, Al-Maktabal Islam
6. As-Sunan wal Mubtada’at, Muhammad Abdussalam Asy-Syuqairi, Darul Fikr.
7. Tarikh Umam wal Muluk, Muhammad bin Jarir At Thobari, yang dikenal dengan nama Tarikh Thobari. Kitab ini jumlahnya 12 jilid besar, setiap satu jilid tebalnya 250 halaman).
8. Syaih Muchammad Muchtar Bin Al Hajj Abdul Mu’thi, Dalam Pengajian Peringatan Tahun Baru Hijriyah 3 Muharrom 1425H/ 23 FeBruari 2004 M.
9. Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat, Dr. M. Quraish Shihab, M.A., Penerbit Mizan
10. Sumber: http://haxims.blogspot.com/2009/09/asal-usul-nama-hari.html
11. http://azharsmp13.wordpress.com



Komentar

  1. Apakah ada keterangan bgmn cara penentuan panjang hari pd tiap bulan dlm kalender pd masa kahlifah Umar ?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengaca Kehidupan Semut bagi Kehidupan Manusia

Garis Besar Buku The Best Seller Biografi KH. Arief Hasan

Saiful Amin Ghofur Sang Penulis Buku