Kharisma K.H. Arif Hasan
by zainul
Saya masih ingat ketika K.H. Arif Hasan saat mengajarkan kitab Ibnu Aqil di ponpes putri pada pagi hari semua santri putra dan putri berkumpul mendengarkan dengan khitmad. Pada saat pembacaan dimulai tidak ada suara gaduh pun terdengar di areal tempat pengajian, yang terdengar hanyalah suara beliau saja dalam membaca kitab. Sementara semua santri dengan khusuknya memaknai kitabnya.
Selanjutnya ketika pengajian kitab Ibnu Aqil tersebut selesai, di teruskan dengan shalat Dhuha secara berjamaah (santri putra & putri) di imami oleh kiyayi sendiri.
Keistiqomahan beliau di tambah dengan senantiasa mengimami shalat fardlu. Hal ini membuat kedekatan kiyayi dengan para santrinya. Tak heran suatu ketika beliau mau mengimami shalat subuh, sebelum beliau tiba di mushallah ponpes putra suara terompanya membangunkan para santri, sehingga para santri bergegas bangun dan pergi ke tempat wudlu dan bersiap-siap untuk shalat berjamaah.
Subhanallah begitu hebatnya guru saya yang penuh suritauladan bagi santrinya. Tak heran bila beliau mengucapkan sesuatu para santri langsung melaksanakannya dengan penuh taat dan tawadlu’.
Yang jadi kesimpulan saya adalah sudahkah kita mampu mewarisi akhlaqul karimahnya? keistiqamaan dalam menjalani tugasnya sehari-hari membuat kharismanya luar biasa, dihormati, ditaati, dan ditakuti.
Saya juga pernah berpikir dulu itu ngajinya sedikit, namun barokah terhadap kelangsungan pendidikan di ponpes.
Kayaknya dulu banyak teman-teman seliting saya dan senior saya banyak yang agak bandel, namun ketika sudah lulus dari sana bayak yang sukses & bermanfaat dalam bermasyarakat.
Sebuah pertanyaan yang terlintas di diri saya, apakah sekarang sama seperti dahulu? lebih baikkah atau malah mundur?
semoga kita mampu merenunginya
Saya masih ingat ketika K.H. Arif Hasan saat mengajarkan kitab Ibnu Aqil di ponpes putri pada pagi hari semua santri putra dan putri berkumpul mendengarkan dengan khitmad. Pada saat pembacaan dimulai tidak ada suara gaduh pun terdengar di areal tempat pengajian, yang terdengar hanyalah suara beliau saja dalam membaca kitab. Sementara semua santri dengan khusuknya memaknai kitabnya.
Selanjutnya ketika pengajian kitab Ibnu Aqil tersebut selesai, di teruskan dengan shalat Dhuha secara berjamaah (santri putra & putri) di imami oleh kiyayi sendiri.
Keistiqomahan beliau di tambah dengan senantiasa mengimami shalat fardlu. Hal ini membuat kedekatan kiyayi dengan para santrinya. Tak heran suatu ketika beliau mau mengimami shalat subuh, sebelum beliau tiba di mushallah ponpes putra suara terompanya membangunkan para santri, sehingga para santri bergegas bangun dan pergi ke tempat wudlu dan bersiap-siap untuk shalat berjamaah.
Subhanallah begitu hebatnya guru saya yang penuh suritauladan bagi santrinya. Tak heran bila beliau mengucapkan sesuatu para santri langsung melaksanakannya dengan penuh taat dan tawadlu’.
Yang jadi kesimpulan saya adalah sudahkah kita mampu mewarisi akhlaqul karimahnya? keistiqamaan dalam menjalani tugasnya sehari-hari membuat kharismanya luar biasa, dihormati, ditaati, dan ditakuti.
Saya juga pernah berpikir dulu itu ngajinya sedikit, namun barokah terhadap kelangsungan pendidikan di ponpes.
Kayaknya dulu banyak teman-teman seliting saya dan senior saya banyak yang agak bandel, namun ketika sudah lulus dari sana bayak yang sukses & bermanfaat dalam bermasyarakat.
Sebuah pertanyaan yang terlintas di diri saya, apakah sekarang sama seperti dahulu? lebih baikkah atau malah mundur?
semoga kita mampu merenunginya
Komentar
Posting Komentar